Cara Holistik
alaupun belum ada ilmu pengetahuan,
teknologi kedokteran dan obat-obatan sampai saat ini, yang
bisa menyembuhkan AS kembali menjadi normal seperti semula, tapi dengan
kombinasi terapi penyembuhan yang menyeluruh / secara holistik = fisik,
mental dan spiritual / berdoa; perkembangan AS bisa dihambat; bahkan bisa
dihentikan (remisi). Dengan teknologi kedokteran dan ilmu pengetahuan terkini,
penghentian pertumbuhan / progresivitas AS atau remisi merupakan target yang masuk akal bagi setiap pasien AS.
Manajemen AS dapat dianalogikan
seperti rumah yang sudah mulai terbakar, ruangan yang sudah terlanjur hangus
tidak bisa dikembalikan seperti semula. Tapi bagian sisa ruangan yang belum
terbakar, masih bisa diselamatkan. Jadi sisa tulang belakang yang masih normal
/ belum menyatu, masih bisa dijaga fungsi dan kelenturannya. Serta dicegah
untuk menyatu melalui kombinasi pengobatan dan terapi yang tepat.
Nah, kombinasi terapi dapat dilihat
dalam bagan berikut:
Tindakan Non-Farmakologis
1.
Terapi fisik / fisioterapi melalui latihan (peregangan, yoga /philates,
senam dan olahraga ringan (ada di bab Terapi Fisik), berenang, dan rehabilitasi medik merupakan jantung
dari penanganan AS.
2.
Setiap pasien harus
diperlengkapi dengan pengetahuan, motivasi dan dukungan kelompok yang memadai
sehingga mau dan mampu memanajemeni AS secara optimal.
3.
Secara spiritual, berdoa dan
meditasi membuat pikiran pasien menjadi lebih tenang, mengurangi rasa
kuatir,
mengurangi stress (yang menjadi salah satu
penyebab depresi), mengurangi
rasa nyeri, serta mampu menerima kondisi diri apa adanya sehingga siap
memanajemeni AS dengan lebih fokus.
Tindakan Farmakologis
Mengingat efek samping dari terapi bio agent / Anti TNF Alpha dan
keefektivan obat, ada perbedaan terapi pengobatan.
1.
Jika pasien terkena AS Axial,
terapi pengobatan pertama menggunakan NSAID.
Jika gagal, maka langsung diterapi dengan bio-agent
/ Anti TNF Alpha.
2.
Jika pasien AS peripheral,
pertama menggunakan NSAID.
Jika gagal, maka dilanjutkan dengan DMARD (sulfasalazine/ kortikosteroid) lebih dahulu.
Jika tidak efektif, baru dilanjutkan menggunakan bio-agent / Anti TNF Alpha.[i]
Sedangkan para ahli rematik yang
tergabung dalam ASAS dan EULAR merekomendasikan standarisasi manajemen AS
dalam 10 langkah di halaman berikut yang masih update
per tahun 2011[ii].
Urutan langkah dalam rekomendasi ini
sangat berguna bagi para pasien dan dokter yang menangani mereka. Pasien harus
mengingat (kalau
perlu dihapalkan) dan menguasai urutan ilmiah yang
direkomendasikan ASAS ini. Sebagai pasien AS cukup bijkasana jika Anda dan tim
dokter Anda taat dengan standarisasi ASAS. Dengan demikian, terapi
pengobatan dapat efektif,
dan menghindari
pengobatan yang sudah jelas tidak diperlukan serta efisiensi biaya dan waktu.
Rekomendasi
ASAS / EULAR untuk Manajemen AS
1.
Tindakan perawatan untuk AS harus
disesuaikan menurut:
a.
manifestasi dari penyakit saat ini (AS aksial, AS periferal,
entheseal, gejala-gejala dan tanda-tanda terletak atau terjadi di luar sendi / extra-articular),
b.
tingkat gejala saat ini,
c.
temuan-temuan klinis
d.
indikator prognostik,
e.
aktivitas penyakit / peradangan,
f.
tingkat rasa nyeri,
g.
tingkat fungsi anggota tubuh,
h.
tingkat kecacatan tubuh yang
terjadi,
i.
keterbatasan yang ada,
j.
kerusakan struktural yang terjadi,
k.
apakah terjadi peradangan tulang pinggul,
l.
kecacatan tulang belakang,
m.
status klinis umum (usia, jenis kelamin,
penyakit lain yang menyertai / komorbiditas, obat lain yang digunakan secara bersamaan,
serta keinginan dan tingkat harapan pasien).
2.
Pemantauan penyakit pasien AS harus
mencakup:
a. riwayat pasien (misalnya, kuesioner dan jika ada, medical record),
b. parameter klinis,
c. tes laboratorium dan pencitraan (misalnya X-ray / MRI),
semua harus sesuai dengan presentasi
klinis serta perangkat inti ASAS.
Frekuensi pemantauan harus ditentukan secara individual tergantung pada gejala,
tingkat keparahan dan tingkat pengobatan.
3.
Manajemen yang optimal dari AS
membutuhkan kombinasi dari modalitas pengobatan non-farmakologis
dan farmakologis (catatan penulis:
modalitas pengobatan yaitu kombinasi dari terapi fisik/fisioterapi, terapi
obat-obatan, pembedahan (jika diperlukan),
dst).
4. Terapi non-farmakologi
(bukan obat) dari AS harus mencakup pendidikan pasien dan latihan fisik secara teratur.
Individu dan kelompok terapi fisik harus dipertimbangkan. Asosiasi pasien dan
kelompok swadaya (self-help group/support group)
mungkin berguna.
5. NSAID direkomendasikan sebagai obat terapi lini
pertama untuk AS pasien dengan nyeri dan kekakuan. Pada mereka dengan
peningkatan risiko gastrointestinal, NSAID non selektif ditambah dengan agen
pelindung pencernaan, atau COX2 inhibitor selektif dapat digunakan.
6.
Analgesik
seperti parasetamol dan opioid, dapat dipertimbangkan untuk mengendalikan rasa
nyeri pasien dimana penggunaan NSAID tidak mencukupi, adanya kontra-indikasi,
dan/atau ditoleransi dengan buruk.
7.
Suntikan
kortikosteroid yang langsung ditujukan pada lokasi terjadinya peradangan
musculoskeletal dapat dipertimbangkan. Penggunaan kortikosteroid sistemik untuk
penyakit AS aksial tidak terbukti efektif.
8.
Tidak
ada bukti ilmiah penggunaan DMARD bermanfaat untuk mengobati AS aksial; termasuk
pemakaian sulfasalazine dan methotrexate. Sulfasalazine dapat dipertimbangkan
untuk dipakai pada pasien AS yang menderita peripheral
arthritis.
9.
Anti
TNF terapi harus diberikan kepada pasien dengan
aktivitas penyakit AS tetap tinggi dan kegagalan perawatan lain sesuai dengan
rekomendasi ASAS. Tidak ada bukti untuk penggunaan wajib
DMARDs sebelum atau bersamaan dengan terapi anti TNF pada pasien dengan penyakit aksial.
10. Pergantian sendi harus dipertimbangkan
jika hasil radiografi menunjukkan bukti sendi panggul sudah cacat parah (disability) dan adanya nyeri yang tidak
tertahankan berlangsung terus menerus (refractory
pain), meskipun pasien AS masih berusia muda. Operasi tulang belakang dapat
berguna pada pasien tertentu.
[i] Joachim Sieper and Jurgen
Braun, Ankylosing Spondylitis in Clinical
Practice, hal. 49.
[ii] Joachim Sieper and Jurgen
Braun, Ankylosing Spondylitis in Clinical
Practice, hal. 50.